Tak tergantikan

Alhamdulillah, akhirnya dapat kesempatan juga untuk berhenti bekerja, meskipun orangtuaku bilang sayang kalau berhenti, dan aku mengerti pendapat mereka, tapi keputusanku pada waktu itu sudah bulat. Meskipun ada orang-orang yang berpendapat, untuk apa sekolah tinggi-tinggi tapi ujungnya di rumah?

Menurutku, tinggal di rumah tidak mengurangi kecerdasan seseorang, bahkan kecerdasan itu terlihat dari tingkah laku dan pola pikirnya. Dan aku sangat mengenal orang itu, ibuku. Meski beliau yang "paling menentang" aku untuk berhenti, dan beliau pula yang berkata bahwa beliau menyesal bahwa dulu tidak pernah bekerja, dan berandai-andai kalau saja dulu bekerja mungkin sudah sukses dan tidak kehilangan teman-teman. Tapi oh mama, aku tidak pernahe menyesal merasakan kehadiranmu di rumah. Tanpamu, mungkin pendidikan anak-anakmu tidak akan sesukses sekarang.

Kehadiranmu adalah alasan bagiku untuk pulang. Ya, aku masih ingat jaman ketika aku masih sekolah. Dahulu aku adalah anak yang kurang bergaul, yang hampir selalu pulang setiap sekolah usai, sementara teman-temanku pada kelayapan. Kutanya pada salah satu temanku, "lo kok ngga pulang?"

Apa jawabannya? "Ngapain, di rumah ngga ada orang, cuma pembantu gw doang!" Dan saat itulah aku begitu bersyukur memiliki engkau di rumah. Aku tahu kau menungguku, aku tak peduli engkau masak apa hari itu, aku juga tak peduli sedang apa engkau saat kupulang nanti, apakah sedang memasak, membaca koran, atau sedang tiduran membaca novel? Kehadiranmu di rumah sudah cukup bagiku. Dan alasan itu cukup penting untuk membuatku pulang, karena kutahu, saat aku mengucapkan assalamu'alaikum di depan rumah nanti, kau akan berhenti dari kegiatanmu dan menyambutku. Itu saja.

Jawaban temanku semenjak itu terus melekat dalam ingatanku dan membuatku bertekad, saat aku punya anak nanti, aku tidak mau anakku berkata hal yang sama seperti dia. Itulah sebabnya aku berhenti. Semoga aku bisa bersabar dalam menghadapi perubahan ini, dari kesibukan di kantor menjadi kesibukan di rumah.

Delapan tahun adalah waktu yang cukup untuk merasakan pengalaman bekerja. Doakan saja, semoga aku tidak menyesal karena berhenti bekerja. Dan paling tidak, aku sudah pernah merasakan pahit manisnya bekerja selama hampir delapan tahun ini.

Setahuku, islam pun lebih mengutamakan seorang istri di rumah. Siapakah yang lebih tahu dari Allah? Seorang ibu, secinta apapun dia pada pekerjaannya, perasaan dan ikatannya dengan anak tidak bisa dipungkiri. Berada di rumah bukan berarti merendahkan wanita. Live a life that really matters to you. As a worker, I'm replaceable. As a mom, I'm irreplaceable.

Wallau a'lam.

1 Response to "Tak tergantikan"

atik said...

Wah...congrats ya du!..Keputusan besar...Semoga hasilnya berkah buat semua

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel