Dinding yang nakal
Pernahkah ketika anakmu jatuh
atau kepentok, kalimat seperti ini yang keluar?
“Aduh, sakit ya? Dindingnya nakal
ya. Huh! Huh!” sambil memukul dinding yang nakal.
Yang disalahkan kadang bukan cuma
dinding, bisa juga lantai yang nakal, atau lemari yang nakal, atau meja yang
nakal, atau kursi yang nakal.
Saat mengucapkan kalimat itu,
sadarkah kita apa yang sedang kita lakukan?
1. Kita
mengajarkan anak berbohong
Betulkah
benda-benda itu yang nakal? Bukan kan? Berarti kita sedang berbohong. Berbohong
pada anak, berarti mengajarkan berbohong pada anak, sebab kita memberikan
contoh. Jadi kalau suatu saat anak kita berbohong, jangan salahkan
teman-temannya, lingkungannya, atau sekolahnya. Tapi salahkan diri sendiri,
berkaca dan introspeksi, apa yang sudah kita lakukan padanya semasa dia kecil.
2. Kita
mengajarkan anak mencari kambing hitam, tidak sportif.
Ketika anak kita
jatuh, itu kesalahannya sendiri, bukan benda di sekitarnya. Apakah suatu saat
nanti kalau dia main bola dan membuat kaca jendela pecah, yang salah adalah
jendelanya? Jendela nakal! Kenapa jendela ada di situ? Atau kalau nanti ada
buku sekolah yang tertinggal di rumah, itu salah bukunya? Kenapa bukunya ngga
masuk tas? Atau salah ibunya, kenapa ibu ngga masukin ke tas? Lah yang sekolah
siapa?
Apa sih salahnya kita bersimpati
kepada anak dengan berkata, “Sakit ya nak? Mana yang sakit sini ibu lihat.”
Lalu kita mengusap kepalanya, menciumnya, dan berkata, “Lain kali hati-hati ya
nak.”
Ada yang salah dengan kalimat
itu? Kita bersimpati, kita jujur, dan kita sportif. Dengan harapan sikap itu
akan menular pada anak kita.
2 Responses to "Dinding yang nakal"
Kelihatannya sepele memang, nyalahin benda mati yang padahal gak salah apa-apa. Untung benda mati.. coba kalau benda hidup. Mungkin dia akan membela diri hohoho. Tapi dari hal yang kita anggap sepele itu, bisa berpengaruh besar bagi si anak :)
Iya kelihatannya sepele, padahal dampaknya bisa besar..
Post a Comment