Sistem pengajaran
Setiap sekolah memiliki sistem
pengajaran masing-masing, maka ketika kita survey sekolah, kita akan menemukan
konsep yang berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lain, meskipun mungkin
antara satu dan lain ada kemiripan.
Hal itu terjadi di Indonesia, dan
gw rasa, itu juga terjadi di sini.
Dengan adanya beda konsep inilah,
setiap anak maupun orangtua memiliki pilihan dalam menentukan sekolah.
Dari beberapa sumber yang gw baca
dan juga dengar, sebaiknya untuk urusan sekolah, anaklah yang menentukan
pilihan, orangtua hanya memfasilitasi dengan mengajaknya survey dan berdiskusi
mengenai sekolah-sekolah tersebut.
Ketika survey sekolah buat anak
gw, ada beberapa TK yang kami datangi, yang mendapat rekomendasi dari beberapa
tempat, dan juga TK yang berada di dekat tempat tinggal kami. Dan dari sinilah
satu di antara beberapa TK tersebut dipilih oleh anak gw. Karena sebelumnya
sudah pernah bersekolah, tentu saja gw punya tolak ukur, perbandingan antara
sekolah yang gw survey dengan sekolah yang lama.
Di sekolah yang lama, metode
pengajaran buat anak TK adalah lemah lembut. Dan yang paling gw suka di
sekolahnya yang lama adalah setiap anak diciptakan unik, spesial, jenius. Jadi
gurunya berusaha melihat apa kelebihan si anak, tidak menggunakan standar yang
sama yaitu baca-tulis-hitung.
Misalkan saja anak gw, dia paling
suka menggambar dan keterampilan, yang sekarang ini di TK biasanya lebih
terkenal dengan “art and craft”, maka
itulah yang dipuji oleh gurunya, sehingga rasa percaya diri anak semakin
berkembang. Terus terang untuk ukuran membaca dia agak lambat jika dibanding
beberapa temannya, karena dia baru bisa mengenal huruf, tapi belum bisa membaca
*ya iyalah namanya juga baru 5 tahun*
tapi untuk urusan menghitung dia sudah mahir.
Guru-guru juga tidak perlu bersuara keras agar
didengar murid, dan gw setuju banget dengan hal ini. Keras bukan berarti dipatuhi dan lembut bukan berarti dilanggar.
Maksudnya apa? Ngga perlu bersuara keras supaya anak nurut, lembut pun bisa
asal kita tatap-tatap mata dengan si anak, dan yakin bahwa si anak mengerti,
insya Allah dia akan nurut. Kekerasan itu tidak menyelesaikan semua hal.
Guru-guru di TK ini pun
memposisikan diri sama dengan si anak. Maksudnya kalau berkomunikasi dengan
anak, mereka akan berlutut atau jongkok sehingga mata ketemu mata. Bukannya
berdiri dan mata ketemu kaki.
Got the point? Kemana kira-kira pembicaraan ini akan gw bawa?
Ya. Standar di sekolah anak gw
sekarang (sepanjang pengamatan gw yang singkat ini, dan gw sangat berharap pengamatan gw salah), adalah
baca-tulis-hitung, gurunya mengeluarkan suara yang keras *tapi bukan galak*, anak-anak harus disiplin dalam artian duduk diam
di kursi-tangan rapi di meja, kalau murid tidak fokus maka guru akan memukul
penggaris ke meja *bukan memukul anaknya
kok*, guru berdiri dan murid duduk.
Sounds familiar? Ya, begitulah sistem pengajaran kita jaman dulu, bukan jaman sekarang. Gw ngga bilang sistem ini jelek, hanya
gw merasa kurang cocok. Lalu kenapa
gw memasukkan anak gw ke sekolah itu? Jawabannya adalah karena dia suka di sana.
Dia suka dengan suasana
gedungnya, dengan banyak gambar planet ditempel, keterampilan anak-anak
dipajang dimana-mana. Dia suka dengan gedung yang luas. Dia suka dengan sistem
anak duduk di kursi dengan meja (karena dia ngga suka di sekolahnya dulu duduk
di karpet dengan bentuk melingkar bersama guru dan teman).
Dan tebakan gw, dia juga suka
karena tantangannya besar, bahasa pengantar inggris dan bahasa percakapan
bahasa melayu. Dia belum mengerti keduanya dan justru karena itu dia
tertantang.
Well, what can I say? Dia yang akan menjalani sekolah di sana, jadi
selama dia enjoy, ngga masalah buat
gw.
Memang di sekolah ini kemampuan
anak-anaknya lebih maju dibanding di sekolah yang lama. Dengan umur yang sama,
mereka sudah bisa membaca tiga huruf dan tiga kata sehingga sudah bisa membaca
satu kalimat, misalnya “A big hen”. Hafalan
Qurannya juga sudah lebih maju dibanding sekolah yang lama. Mungkin inilah
salah satu kelebihan metode yang gw sebut tadi. Gurunya juga baik-baik, seperti
yang gw bilang tadi, bersuara keras bukan berarti galak dan marah-marah, mereka
bersuara keras agar didengar.
Lalu apa yang gw takutkan
sebenarnya? Gw cuma takut anak gw tidak menjadi unik di sana, tidak
mengeluarkan seratus persen kemampuan dirinya, tapi hanya mengikuti peraturan
dan standar sekolah. Ngga “full of
energy”, “full of passion”, “think out of the box”, “full of creativity”,
dan semacamnya *lebay ngga sih?*. Tapi
sekali lagi, semoga pengamatan gw yang singkat ini salah, semoga pilihan kami
ini benar.
Amiin....
0 Response to "Sistem pengajaran"
Post a Comment